Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Melepas di Penghujung Tahun

"Sebagian dari "mereka" yang menemani ku saat masih setia pada "mu"" Tahun lalu, yang baru saja lewat beberapa jam yang lalu Aku belajar arti melepaskan, bukan seseorang tapi sebuah Bukan pula dia, tetapi mereka Menulis sepertinya harus ku lakukan sendiri kini Karena sebelumnya ada "sebuah" wadah yang menaungi ku Ada mereka yang menemani Sebuah pilihan memang beresiko dan itulah yang harus dihadapi Aku memilih melepaskan, meninggalkan, dan terpaksa mengikhlaskan Keberadaan ku kini tak lagi ada di sana, tapi entahlah sepertinya hati ku masih tertinggal Ada alasan dibalik semua keputusan, begitu pula keputusan ku kali ini Tak perlu ku ceritakan pada semua Karena terkadang beberapa orang tak mau lagi mendengar penjelasan Mau kau bilang aku pengkhianat, nyatanya memang Aku tak mampu setia sampai akhir pada wadah yang memberi ku banyak ilmu Tapi aku lebih berkhianat, ketika tak mau lagi mendengar permintaan kedua orang tua ku Terima

Terima Kasih, Apakah Sulit?

Semasa sekolah menengah, saya punya teman yang selalu memotivasi. Setiap hari selalu mengingatkan saya kepada hal-hal yang baik. Walau sekarang kami dipisahkan oleh jarak, tetapi alhamdulillah komunikasi tetap terjaga. Dia tetap mendengarkan cerita saya, begitupun sebaliknya walau hanya melalui pesan singkat. Beberapa waktu lalu, dia sempat mengirimkan kata pengingat hidup bagi saya. Pesan itu tertulis bagaimana kita menghargai orang lain hanya dengan tiga kata ajaib yang ada, yaitu kata "Maaf, Tolong, dan Terima Kasih". Sampai saat ini saya masih terus ingat dengan pesannya. Mengenai tiga kata ajaib tersebut, dari kecil semua pasti sudah diajarkan oleh orang tua masing-masing, begitu juga saya. Bukan saya tidak butuh pesannya mengenai tiga kata tersebut, justru itulah yang menjadi pengingat unyuk saya. Dulu, sewaktu saya kecil kalau saya bertengkar dengan kakak saya kemudian saya salah, bapak saya selalu mengajarkan saya untuk meminta maaf terlebih dahulu. Kalau kakak saya

Teruntuk Mu, Maaf........

Maaf.... Aku belum sanggup mengucapkan kata itu secara langsung pada mu. Bagaimana bisa? Bertemu dengan mu saja aku tak lagi sanggup menatap, apalagi untuk berbicara. Kelu rasanya lidah ku untuk mengatakan semua hal ini pada mu. Namun, hati ku masih terus ingin berkata. Karena setiap hari ku akan berakhir, banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu; hanya dengan mu. Mungkinkah karena kini semua tak lagi sama? Mengapa pergi lalu menjauh? Mungkinkah karena ada diantara kita yang menyimpan rasa? Pernahkah kamu percaya bahwa diantara wanita dan pria tidak akan pernah ada persahabatan yang begitu murni? Yang pasti salah satu nya akan terjebak perasaan. Entah muncul dari mana kepercayaan itu datang, yang jelas kini aku sangatlah percaya. Kamu menjadi alasan aku percaya akan hal tersebut. Teruntuk mu, maaf... Aku selalu mengecewakan mu, sebab kini rasa cemburu ku membunuh semua yang telah ada. Aku pikir, dulu rasa cemburu ku hanya karena kamu memiliki teman baru. Ternyata lebih dari seked

Biarlah .....

Awan pekat selalu menjadi penggambaran Tapi, tak selamanya benar bahwa ia arti perpisahan Mungkin saja hujan juga gerimis Sisa air mata saat kamu menangis Kalau daun akhirnya jatuh juga Mungkin semua yang pernah bersatu kan terlepas jua Sempat kamu menangis karena ia pergi Atau kamu yang takut kini sendiri Lihat senja saja kini hanya melongo Seperti orang bego Padahal warna nya bukan hitam Juga bukan kelam Kalo lihat pelangi kamu akan pergi Menangis sejadinya karena kenangan telah lari Lalu kapan kamu menyadari? Bahwa dia tak lagi disini Atau kamu yang tak lagi disana Pada akhirnya air akan terus mengalir Sebab ia tak pernah bisa memaksakan diri berhenti Kamu, juga harus berdiri Bangkit dari bayang-bayang penyesalan Bukan karena kamu ataupun dia Semua memang harus berhenti pada satu titik saat waktunya Tapi tidak dengan hidup mu Sampai kamu bisa mengendalikan pikiranmu Kamu masih hidup Dan kamu masih harus berjalan Mengisi waktu sampai masamu

Ujung Pertemuan Adalah Dia; Perpisahan

Kamu tak pernah tau ujung dari sebuah pertemuan. Tapi yang pasti kamu tau adalah kenangan. Sedetik bertatap saja kamu pasti ingat, walau mungkin esoknya kamu lupa. Bagaimana dengan yang akhirnya memutuskan untuk bersama? Bagaimana dengan yang sudah lama bersama? Bukankah akan begitu menyesakan dada saat berpisah? Bukankah akan begitu menguras perasaan saat akan melepaskan? Kamu tak pernah tau dengan siapa kamu akan melewati hidup. Sebagian hanya terpaku pada satu orang; jodoh. Padahal, sejatinya keluarga, sahabat, teman kerja mu, bahkan guru mu juga adalah orang-orang yang tak lepas dari hidup mu. Mereka juga sempat melukiskan kenangan, mengukir cerita di dalam buku harian mu. Kalau sudah terbiasa setiap harinya bertemu, setiap minggu membuat janji, bahkan tak sungkan untuk berbicara via telfon, lalu bagaimana bisa tiba-tiba keadaan berubah? Kamu harus membiasakan menghilangkan semua jadwal mu bersama mereka. Kamu juga harus membiasakan untuk terlepas dari mereka. Padahal baru saja se