Langsung ke konten utama

Postingan

Lagi, Kamu Memilih Bungkam

Siang itu aku berdiri menatap langit Ada kamu duduk menatap jalanan Aku dan kamu masih diam diantara ramainya orang-orang Aku dan kamu masih memilih membisu diantara lalu lalang Aku perlu bertanya Mengapa kita memilih saling diam? Seperti tak lagi ingin bicara satu sama lain, seperti ada yg tersakiti dan menyakiti Aku perlu jawaban Tapi aku tak mampu tuk ucapkan Kamu masih diam, akupun juga Kalau memang tak ada apa-apa, aku tau kamu akan banyak bicara padaku Kalau memang tak ada apa-apa, aku tau kamu akan tersenyum padaku Kali ini tidak, bahkan sapaan mu hilang Seperti terbawa angin siang itu Diam mu seperti cuaca saat itu, panas untuk ku Pada akhirnya, lagi-lagi kamu memilih pergi Beranjak meninggalkan aku tanpa meninggalkan kata untuk ku Pada akhirnya, lagi-lagi aku hanya bisa mengutuk diri Mengapa tak bicara saja, apa susah nya tuk sekedar mengucapkan "apakabar?"? Mengapa tak tersenyum saja, apa susahnya menyunggingkan kedua ujung bi
Postingan terbaru

Dia Tak Cinta Kamu (Lagi)

Beberapa hari terakhir saat mendengar lagu di youtube, salah satu lagu berjudul "Dia Tak Cinta Kamu" selalu masuk dalam playlist saya. Lagu ini pesannya sampai ke hati saya.  Memang benar, kita tak bisa memaksakan seseorang yang tidak mencintai kita untuk terus ada dalam hidup kita. Saya jadi galau dibuatnya oleh lirik tersebut, sebab saya pernah memaksa seseorang untuk terus ada sementara ternyata perasaan dia hanya sesaat untuk saya.  Saya buta dibuat nya, tak lagi bisa melihat orang lain yang ternyata lebih mencintai saya. Penyesalan? Pasti datangnya selalu terlambat. Dulu saat dia memutuskan untuk mengakhiri namanya "Pendekatan" saya masih terus mengharapkannya akan kembali untuk memutuskan bahwa hubungan ini akan lebih dari sekedar "Teman dekat". Tapi, nyatanya hatinya tak lagi untuk saya. Beberapa kali ia kembali, saya masih mengingat, saya masih mengharap dengan dia.  Memang benar kata pepatah, "Kalau sudah terlalu cinta, seseorang bisa bo

Aku (Kini Mengerti)

Aku belajar darimu, bagaimana aku harus berdiri tegak tanpa sandaran selain diriku sendiri. Melangkah tanpa ragu dengan kaki ku sendiri. Aku belajar darimu, bagaimana menghargai yang sempat hadir di dalam hidup walau hanya sementara. Aku belajar darimu, ikhlas menyayangi tanpa harus ada yang tau bahwa cinta mu sudah terlalu dalam. Kamu, aku kini paham atas kepergian dirimu. Kamu, aku kini paham bagaimana malam ku yang dulu sempat indah. Kamu, aku kini mengerti mengapa sajak mu selalu indah. Aku sempat tak mengerti, aku sempat tak merasa. Hingga akhirnya kamu pergi sendiri. Ada yang hilang rasanya. Foto ini diambil oleh teman si Penikmat Senja--yang sempat mendapat tawaran menikmati senja sambil ngopi

Senja Pertama

Senja Pantai Parangtritis Yogyakarta, November 2015 Ingat? Sepertinya kamu tidak Bagi ku, ini senja pertama ku di kota ini Bagi ku, ini juga senja pertama bersama mu Jingga pekat dan aku begitu tenang Masih berdiri di bibir pantai, menikmati Sampai tak tertangkap lagi oleh kedua mata ku senja itu, aku tak berlalu Aku tak pernah menyalahkan malam yang datang terlalu cepat lalu mengusir senja Aku menikmati setiap detik melihat nya Dan bagi ku, aku mendapatkan kenangan terindah dengan senja pertama ku di sini Senja penuh kedamaian diiringi semilir angin pantai Senja penuh tawa bersama mu dan mereka Senja romansa, di pantai termasyhur pada masanya Senja tak pernah salah dan keliru Hanya yang meletakkan luka saat senja-lah yang menganggap bahwa senja adalah duka Aku --yang kini tak lagi dengan mu-- pun tak menganggap senja duka ataupun luka, sebab penikmat senja bersama ku, yaitu kamu tak lagi disini Yang tersisa justru adalah kenangan bahagia bers

Melepas di Penghujung Tahun

"Sebagian dari "mereka" yang menemani ku saat masih setia pada "mu"" Tahun lalu, yang baru saja lewat beberapa jam yang lalu Aku belajar arti melepaskan, bukan seseorang tapi sebuah Bukan pula dia, tetapi mereka Menulis sepertinya harus ku lakukan sendiri kini Karena sebelumnya ada "sebuah" wadah yang menaungi ku Ada mereka yang menemani Sebuah pilihan memang beresiko dan itulah yang harus dihadapi Aku memilih melepaskan, meninggalkan, dan terpaksa mengikhlaskan Keberadaan ku kini tak lagi ada di sana, tapi entahlah sepertinya hati ku masih tertinggal Ada alasan dibalik semua keputusan, begitu pula keputusan ku kali ini Tak perlu ku ceritakan pada semua Karena terkadang beberapa orang tak mau lagi mendengar penjelasan Mau kau bilang aku pengkhianat, nyatanya memang Aku tak mampu setia sampai akhir pada wadah yang memberi ku banyak ilmu Tapi aku lebih berkhianat, ketika tak mau lagi mendengar permintaan kedua orang tua ku Terima

Terima Kasih, Apakah Sulit?

Semasa sekolah menengah, saya punya teman yang selalu memotivasi. Setiap hari selalu mengingatkan saya kepada hal-hal yang baik. Walau sekarang kami dipisahkan oleh jarak, tetapi alhamdulillah komunikasi tetap terjaga. Dia tetap mendengarkan cerita saya, begitupun sebaliknya walau hanya melalui pesan singkat. Beberapa waktu lalu, dia sempat mengirimkan kata pengingat hidup bagi saya. Pesan itu tertulis bagaimana kita menghargai orang lain hanya dengan tiga kata ajaib yang ada, yaitu kata "Maaf, Tolong, dan Terima Kasih". Sampai saat ini saya masih terus ingat dengan pesannya. Mengenai tiga kata ajaib tersebut, dari kecil semua pasti sudah diajarkan oleh orang tua masing-masing, begitu juga saya. Bukan saya tidak butuh pesannya mengenai tiga kata tersebut, justru itulah yang menjadi pengingat unyuk saya. Dulu, sewaktu saya kecil kalau saya bertengkar dengan kakak saya kemudian saya salah, bapak saya selalu mengajarkan saya untuk meminta maaf terlebih dahulu. Kalau kakak saya

Teruntuk Mu, Maaf........

Maaf.... Aku belum sanggup mengucapkan kata itu secara langsung pada mu. Bagaimana bisa? Bertemu dengan mu saja aku tak lagi sanggup menatap, apalagi untuk berbicara. Kelu rasanya lidah ku untuk mengatakan semua hal ini pada mu. Namun, hati ku masih terus ingin berkata. Karena setiap hari ku akan berakhir, banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu; hanya dengan mu. Mungkinkah karena kini semua tak lagi sama? Mengapa pergi lalu menjauh? Mungkinkah karena ada diantara kita yang menyimpan rasa? Pernahkah kamu percaya bahwa diantara wanita dan pria tidak akan pernah ada persahabatan yang begitu murni? Yang pasti salah satu nya akan terjebak perasaan. Entah muncul dari mana kepercayaan itu datang, yang jelas kini aku sangatlah percaya. Kamu menjadi alasan aku percaya akan hal tersebut. Teruntuk mu, maaf... Aku selalu mengecewakan mu, sebab kini rasa cemburu ku membunuh semua yang telah ada. Aku pikir, dulu rasa cemburu ku hanya karena kamu memiliki teman baru. Ternyata lebih dari seked